Apakah Anda sedang diminta membuat teks mengenai kegelisahan dalam dunia pendidikan? Dunia pendidikan memang selalu menjadi ladangnya kegelisahan, terlebih mengnai sekolah. Artikel ini akan mengulas mengenai contoh teks tantangan tentang sekolah.
Adanya contoh teks tantangan sekolah ini bisa Anda jadikan sumber ide atau gagasan untuk menulis sebuah esai mengenai kegelisahan di bidang pendidikan. Berikut ulasan yang dikutip dari website Academic Indonesia untuk Anda.
Contoh Teks Tantangan Tentang Sekolah “Fenomena Anak Muda di Sosial Media”
Derasnya arus informasi dan kebebasan berekspresi dewasa ini membuat setiap kejadian apapun dapat tersebar luas dengan cepat. Dunia seakan sudah tak peduli dengan istilah ruang dan waktu.
Kapanpun, dimanapun dan siapapun tanpa pandang bulu dapat menjadi buah bibir di masyarakat yang terkadang hanya karena hal sepele.
Informasi tersebar melalui berbagai media, baik media cetak, media elektronik serta yang paling mudah adalah media sosial atau yang lebih familiar dengan sebutan sosmed. Meski di satu sisi dampak positif kita rasakan, namun di sisi lain dampak negatif tetap mengiringi.
Melalui sosmed, generasi muda seperti Karin Novilda alias Awkarin sempat menjadi viral akhir-akhir ini. Perempuan yang pernah berprestasi dibidang akademik dengan perolehan nilai UN tingkat SMA tertinggi di Kepulauan Riau ini memang sarat akan kontroversi.
Di akun instagramnya, Karin beberapa kali mengunggah video maupun foto yang tak pantas untuk budaya timur (Indonesia).
Begitupun dengan video klip lagunya yang juga menuai kontroversi terlebih lirik yang dibawakan dinilai banyak kalangan memicu kemerosotan moral generasi muda bangsa.
Selain Karin, foto pelajar yang tengah duduk satu bangku dengan sang guru juga tak kalah viral di banyak media sosial khususnya instagram.
Dalam foto tersebut seorang pelajar laki-laki dengan mengenakan seragam SMA duduk sebangku dengan gurunya yang tengah membaca buku.
Pose yang diunggah pelajar tersebut tidak hanya satu, akan tetapi beberapa pose yang semuanya tak mencerminkan perilaku orang yang terpelajar. Pose tersebut seperti kaki dinaikkan di atas meja dan merokok tepat di samping gurunya.
Jika foto itu dicermati lebih dalam, ada beberapa hal yang mesti kita soroti. Pertama, orang yang bertugas memfoto kejadian tersebut.
Walaupun tidak terlihat batang hidungnya, tetapi disana si tukang foto juga memiliki andil besar terhadap foto itu. Kedua, perlu ditelusuri kebenaran foto tersebut, apakah nyata atau rekayasa. Kalaupun itu sebuah rekayasa, dengan alasan apapun jelas tidak dibenarkan apalagi itu tanpa rekayasa tentu menjadi suatu keprihatinan bersama dan harus diperbaiki secepatnya.
Dua contoh di atas menjadi representasi bagaimana hari ini demoralisasi pemuda mencapai titik mengkhawatirkan. Lewat media, banyak pemuda sudah tak peduli dengan akhlak, hukum sosial dan budayanya.
Contoh tersebut juga dapat menjadi refleksi kita bahwa prestasi akademik tanpa diimbangi dengan akhlak adalah suatu kebohongan.
Berbicara tentang pelajar, Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Di tengah kompleksitas persoalan pemuda yang dihadapi saat ini, santri tetap memiliki dimensi tersendiri.
Santri, sebagai produk pendidikan timur lebih menjunjung nilai moral yang ada. Di dunia santri, pintar atau bodoh bukan ukuran keberhasilan sebagai orang terpelajar, tetapi keselarasan perilaku dengan norma yang berlaku adalah yang utama.
Tutur dan tingkah laku sesederhana apapun di dunia santri sangat diperhatikan. Sebagai contoh memegang kitab. Santri sebagai pencari ilmu harus menghargai setiap aspek yang menjadi sumber ilmu.
Santri ketika memegang kitab tidak diperkenankan menjinjing kitab tersebut, melainkan diangkat sampai sejajar dengan dada. Hal ini menjadi bentuk tawadzu’ seorang santri.
Namun sama halnya pelajar, santri juga menghadapi tantangan globalisasi. Kesan tertutup yang selama ini melekat dengan dunia pesantren perlahan mulai terkikis.
Hari ini dunia pesantren telah membuka diri dengan kemajuan zaman namun dengan filterisasi melalui akhlak. Sehingga hal-hal semacam demoralisasi sebisa mungkin dapat dicegah.
Tantangan dan problematika saat ini harus dihadapi santri dan pelajar dengan sinergis. Tidak ada dikotomi mana santri dan mana yang bukan santri. Meminjam kata KH. Mustofa bisri, siapapun yang berperilaku seperti santri dialah santri.
Contoh Kedua “Sekolah dan CBT UN”
Mulai tahun ini, pemerintah melalui kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan ujian nasional (UN) model computer based test (CBT). Sistem ini mulai diujicobakan di 585 sekolah dari total 70 ribu sekolahan di Indonesia. Walau baru di sebagian kecil sekolahan, inovasi pemerintah dalam menyelenggarakan UN ini patut diapresiasi.
Penggunaan teknologi IT memang harus diterapkan di segala lini kehidupan. Selain memudahkan, penyelenggaraan UN berbasis komputer menghemat biaya distribusi dan penggunaan kertas dalam jangka waktu yang panjang. CBT juga dapat mengatasi berbagai problem yang kerap menjadi kendala dalam penyelenggaraan ujian nasional selama ini.
Kendala yang kerap dialami pemerintah selama ini adalah soal distribusi. Dari tahun ke tahun, berbagai upaya telah dilakukan agar UN diselenggarakan tepat waktu. Namun kejadian keterlambatan distribusi, kekurangan soal, hingga soal-soal yang rusak masih saja terjadi.
Peristiwa ini berimbas pada penundaan UN di beberapa sekolah. Kedua, ujian manual atau paper based test memerlukan penjagaan yang super ketat. Di beberapa daerah, pengawalan soal UN harus diperketat karena melewati medan yang cukup jauh.
Jika tidak dikawal, dikhawatirkan terjadi banyak kecurangan. Toh, walau sudah dikawal sedemikian rupa, soal UN masih saja banyak yang bocor.
Ketiga, ujian manual kerap merugikan peserta dengan alasan-alasan non teknis, misalnya penggunaan pensil yang palsu. Standar yang biasa digunakan dalam mengikuti ujian nasional adalah pensil jenis 2B.
Kata 2B merupakan kode pensil yang memiliki kecerahan yang bagus. Sehingga ketika digunakan saat ujian hasilnya sangat terang. Penggunaan pensil yang palsu mengakibatkan hasilnya tidak terbaca oleh komputer. Imbasnya adalah peserta tersebut tidak lulus UN.
Bagaimana CBT mengatasi berbagai problema di atas? Ada baiknya selama UN di sekolah-sekolah berlangsung, pihak sekolah menggunakan mesin genset saja atau pun diesel demi menanggulangi resiko listrik padam ini.
Setelah itu, pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas UN computer based test ini. Jika terbukti lebih baik, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menerapkannya di sekolah-sekolah lainnya.
Yang perlu dilakukan pemerintah kedepannya adalah memastikan pemerataan UN CBT ke seluruh sekolah-sekolah di negara ini. Peer besar pemerintah adalah bagaimana sesegera mungkin daerah-daerah yang belum teraliri listrik dapat merasakan manfaat listrik tersebut.
Bagaimana mungkin menggunakan perangkat komputer tanpa listrik? Selain itu penyediaan layanan jaringan internet perlu dilakukan di seluruh pelosok tanah air. Sebab internet sangat penting dalam rangka mengirim dan menerima data dari pusat ke daerah atau pun sebaliknya.
Semoga penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer ini membuat pendidikan di Indonesia semakin maju. Ya, semoga.
Seperti itulah yang bisa diulas mengenai contoh teks tantangan tentang sekolah. Semoga bermanfaat.