Setiap kali sang penerjemah datang, tidak bisa terhindar dari kehadiran sapaannya yang selalu mengiringi. Seolah menjadi sebuah keharusan, sapaan itu selalu hadir bersama sang penerjemah. "Hari ini cuaca cerah, ya?" ucapnya sambil memasuki ruangan. Kalimat itu seakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan darinya.
Pada awalnya, saya selalu berusaha memberikan respon dengan menjawab pertanyaannya. Saya berpikir mungkin sang penerjemah ingin memulai percakapan atau sekadar menciptakan suasana yang akrab. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa sapaannya adalah kebiasaan yang tak berubah.
Terkadang, saya merasa penasaran dengan keterbatasan variasi dalam sapaan sang penerjemah. Setiap hari, ia tetap menggunakan kalimat yang sama. Mengapa ia tidak mencoba menyampaikan sapaan yang lebih segar atau berbeda? Apakah tidak ada cara lain untuk menyapa, seperti "Selamat pagi, semoga harimu menyenangkan" atau kalimat lain yang dapat memberikan nuansa yang berbeda? Seharusnya ia menyadari bahwa variasi dalam sapaan dapat menambah keceriaan dalam interaksi.
Setiap kali sang penerjemah datang, pandangannya langsung tertuju pada saya yang tengah sibuk membaca buku. Pada dasarnya, jawabannya sudah jelas. Saya pasti tidak sedang baru bangun tidur. Setiap kali ia tiba, pintu sudah terbuka, lantai sudah bersih, dan buku-buku sudah teratur di rak. Semuanya adalah hasil kerja saya sendiri. Tidak ada orang lain yang akan melakukannya. Namun, jasa penerjemah tetap menggunakan sapaan yang tak berubah.
Saya seringkali berharap agar suatu hari nanti ia bisa menyampaikan sapaan yang berbeda. Saya berharap ia menyadari bahwa saya sudah menyelesaikan membaca satu buku ketika ia tiba. Saya ingin dia tahu bahwa sejak pagi saya sudah membersihkan lantai dan mengatur buku-buku di rak, meskipun saya belum sempat mandi. Namun, harapan itu selalu pupus. Hari ini dan besoknya, ia tetap menggunakan sapaan yang sama.
Terkadang, saya berpikir untuk mandi lebih pagi sebelum membersihkan ruangan perpustakaan dan toko buku. Namun, kemudian saya merenungkan kembali. Jika saya melakukannya, mungkin sang penerjemah akan berkata, "Anda terlihat berbeda hari ini. Sudah mandi pagi, ya?" Itu akan lebih menyakitkan. Ah, biarlah ia menemukan jawabannya sendiri. Yang pasti, saya selalu bangun pagi—beberapa jam sebelum ia datang.
Kehadiran tak terelakkan sapaan yang selalu datang bersama sang penerjemah terus menghiasi setiap pertemuan kami. Meskipun sapaannya terasa monoton, saya mencoba melihat di balik kata-katanya dan menghargai momen yang tercipta dalam percakapan kami.